Review Film Kucumbu Tubuh Indahku : Peleburan Maskulin & Feminin

Ceritanya, kemarin saya baru aja download film karya Garin Nugroho dengan judul ‘Kucumbu Tubuh Indahku’. Kenapa download film itu, yaaa pengen aja. Udah lama nggak nonton film indonesia setelah selama ini berjibaku dengan film / drama Korea hohoho. Bahkan demi download film ini, saya harus merelakan kuota internet 600 MB gara-gara wifi lemot. Habis nonton... terciptalah semua kata-kata di otak saya yang saking nggak bisa saya tahan, akhirnya saya nulis di blog karena bakal panjang dan nggak cukup dibikin di status WA aja 😅.

(Rianto)

Pertama, saya kasih sekilas dulu soal sinopsisnya. Dari Wikipedia atau IMDB, film ini berkisah soal kehidupan Wahyu Juno, anak di sebuah desa di daerah Jawa Tengah – Banyumas kalau nggak salah, soalnya pake bahasa inyong inyong alias bahasa ngapak - yang harus hidup berpindah-pindah akibat bapaknya yang tidak pernah pulang. Di film ditegaskan bahwa kisah ini sebenarnya terinspirasi dari kisah hidup penari lengger lanang bernama Rianto. Jadi jangan heran kalau nanti nonton filmnya ada selingan-selingan scene soal Rianto yang melakukan monolog dan menari.

(Juno dewasa sewaktu jadi lengger, bahagia lo dia)

Sebelum nonton filmnya, saya sebenarnya sudah lebih dulu nonton youtube soal lengger lanang ini. Di channel Vice kalau tidak salah. Disana, ada lengger lanang – bukan Rianto – yang sudah tua dan menceritakan kembali kisah hidupnya. Karena penari lengger kebanyakan ditarikan wanita, jelas pembawaan lengger lanang pun jadi halus dan gemulai, layaknya gerakan seorang wanita. Uniknya, kakek ini juga pakai kebaya, jarik, dan dalaman seperti wanita. Kalau kita bilang waria, rasanya kok tidak menghormati. Kenapa? karena rupanya terselip kisah cukup terenyuh kenapa lengger lanang ini dulu ada.

(Ini Juno kecil)

Oleh pemuda yang melestarikan lengger di video yang sama itu dijelaskan, kalau terciptanya lengger lanang karena pada zaman dulu, kaum wanita kan tidak boleh tampil di depan, harus senantiasa di belakang. Padahal, tentara kolonial ingin ada hiburan dari warga lokal di pesta mereka. Alhasil, maka biar kaum pria di desa itu saja yang menjadi penari. Tentunya, dengan berdandan layaknya penari lengger wanita.

Di sisi lain, wanita jaman dulu memang kerap jadi objek pelecehan seksual, apalagi penari. Alhasil, ketika lengger ini ditarikan oleh kaum pria, maka otomatis melindungi kehormatan para wanita. Istilahnya, mereka aman di rumah. Jadi, saya respect dengan alasannya. Terharu, malah.

Lambat laun, lengger lanang ini jadi sebuah tradisi turun-temurun. Sayangnya di era sekarang, dimana anak muda Cuma bisa OOTD, lengger ini terancam punah. Alasan lain, jelas karena kaum pria tidak mau menari dan berdandan layaknya wanita. Seperti yang kita tahu, akan ada banyak kontra yang timbul begitu hal ini sejaya dulu.

Kok jadi ngelantur gini? Marilah kita kembali ke ‘Kucumbu Tubuh Indahku’. Babak pertama kisah hidup Juno diawali dari dia yang ketahuan mengintip di sebuah sanggar seni milik karakter yang diperankan Sudjiwo Tedjo. Saya lupa nama tokohnya, tapi yang jelas disini karakter ini menaruh harapan tinggi pada Juno soal tarian lengger. Dia bilang Juno memiliki sisi lembut dari tokoh Arjuna yang cocok untuk jadi penari. Lelanange Jagad, begitu istilahnya.

(Bisa diliat lah sayangnya bapak ke Juno)

Sebenarnya karakter Sudjiwo Tedjo terlihat menyayangi Juno layaknya seorang anak. Malah, dia membahasakan dirinya ke Juno itu ‘Bapak’. Tapi guys, nonton film ini kalian bener-bener harus berpikiran terbuka. Soalnya, di film ini kalian akan lihat bagaimana sih 'laki-laki' dan 'perempuan' dari pandangan seni itu. Dan atas nama seni pula, seorang laki-laki dewasa mengenalkan seksualitas ke anak kecil meskipun saya sendiri nggak begitu paham apa maksudnya.

Jadi kalau kalian penasaran, ada satu scene yang menunjukkan karakter Sudjiwo Tedjo ini menjelaskan apa arti Lengger ke Juno. Dia bilang, Leng adalah dari kata Leng atau lubang dalam bahasa indonesia. Kemudian, dia mengangkat rok istrinya yang masih muda dan cantik untuk ditunjukkan ke Juno. Dia bilang ke anak itu, ‘Ini loh Jun yang dinamakan lubang kehidupan, tempat keluarnya kita semua’. Baru kemudian dia memegang seekor ayam dan menjelaskan kalau kata ngger itu dari kata jengger yang hanya dimiliki ayam jantan.

Ya bener juga konsepnya. Leng – Ngger. Lingga – Yoni. Cewek – Cowok. Kodrat. Tapi yaaa nggak gitu juga jelasinnya ke anak kecil, bapakkkk 😏

Disini juga, tokoh guru lengger ini digambarkan orang yang santuy. Tapi kita juga ditunjukkan, sesantai-santainya orang, kalau dia lihat istrinya selingkuh, tetap saja murka. Kenapa saya bilang begitu? Karena ada satu scene yang mana istri guru lengger ini ketahuan selingkuh dengan muridnya dan auto dibunuh dong. Bagian kemaluan si cowoknya itu dipukul sampai berdarah-darah (jijikkkk gue sumpah). Juno yang jadi saksi mata jadi takut lah. Untungnya, budhe Juno datang dan ngasuh dia.

Nah, babak hidup kedua Juno dimulai disini. Juno dirawat, disekolahin, pokoknya diopeni lah istilahe ki. Sayangnya sial sungguh sial ya nasib, bullying yang nggak Cuma dari temen, tapi juga dari wali kelasnya, membuat hidup Juno di sekolah jadi penakut. Bayangin dong, temen-temen Juno yang bikin ribut karena ngejek Juno, eh Juno yang dihukum di depan kelas. Disumpel mulutnya pake kapur. Disuruh nulis ‘maaf’ pake mulut. Dan kalian tahu apa yang Juno tulis waktu itu?

Ibu.

Dia nggak ada bapak. Nggak ada Ibu.

Dosa besar buat semua orang di kelas itu. Bener-bener ya... gue nulis sambil berkaca-kaca karena inget scene Juno pas ini. Butuh keberanian buat speak up ngelawan orang sebanyak itu. Middle finger bgt buat kalian yang suka ngebully temen sekolah. Kalian merasa hebat gitu, merasa udah wow? Kalian yang baca nih bisa oprek-oprek lagi blog gue disini. Sialan, bahasanya udah pake gue – elo nih saking esmosinya.

Lihat di blog saya ini. Lihat betapa fatal mental seseorang yang dibully. We are survive now, tapi buat ngehapus perasaan ‘mereka pasti ngetawain gue’ ketika melihat seseorang yang nggak dikenal pun masih ada. Di cafe nih misalnya, kita masuk dan pasti sekilas orang-orang pada ngeliat kan. Itu di benak kita nih pasti muncul ‘mereka ngetawain gue ya? mereka ngejek gue? ada yang salah ya sama gue?’. Mental kita itu sakit dan itu nggak bisa sembuh. Karena siapa? Karena kalian. Brengsek emg.

Balik ke kisah Juno, untungnya ada satu guru kesenian yang bersimpati. Jadi, ada scene dimana si guru ini ngajarin Juno nari. Juno yang takut dan nggak pede selalu sembunyiin tangannya di belakang tubuh. Si guru ini paham dan kemudian entah kenapa, dia tanya “Juno, kamu belum pernah sentuh ibumu ya?”

(Ini gurunya sedang perbaiki mental Juno, tapi malah diarak warga)

Terus, dia lepas bajunya dan minta Juno sentuh dada dia. Kita semua pasti pernah minum dari air susu ibu. Kita pasti pernah dipeluk di dada ibu, pernah nyentuh dada mereka. Juno nggak pernah. Si guru ini paham. Dia biarin Juno sentuh dia layaknya Juno sentuh ibunya. Tapi sayangnya, lagi-lagi khas warga +62, apalagi jaman dulu, yang main gelandang ke kantor desa. Hidup Juno berantakan karena dia merasa udah bawa sial ke gurunya. Budhenya juga nggak mau ngurus Juno lagi.

Apa pelajaran yang bisa diambil? Jangan pernah menghakimi orang tanpa melihat dari segala sisi. Orang-orang di desa cuma lihat kalau si guru itu pedofil. Padahal bukan... Eh, tapi itu menurut saya. Kalau menurut orang lain dia pedofil ya bisa saja sih. Soalnya emang nggak etis seorang guru minta muridnya nyentuh dada dia. Tapi sekali lagi, ini kan film soal peleburam maskulin dan feminin. Jadi mungkin, batas antara kecil dan dewasa dalam kacamata seksualitas juga tidak ada. Ingat, ini menurut saya. Dan itu bisa aja salah.

Cuma yaaa harusnya para warag itu tanya. Tapi mereka nggak tanya. Mereka cuma rusak rumah guru itu, langsung seret dia, dan hidup pasti langsung kiamat karena diarak keliling kampung. So sad. Tapi itu cerminan warga kita.

(Nangis saya waktu pakdhe Juno meninggal, the real one yg sayang ke Juno)

Dan... babak ketiga hidup Juno dimulai. Dia diasuh saudara bapaknya yang seorang penjahit. Pria tua, nggak ada keluarga selain Juno, dan udah nganggep Juno anaknya. Juno dari SD sampai remaja ikut beliau. Juno hidup normal, disayang, diajari jadi penjahit, sampai suatu ketika datang seorang petinju yang tampan nan gagah buat jahit baju pengantin. Juno kesemsem guys... yaaa bagaimana tidak, pemerannya Randy Pangalila wkwk. Gila ya, nggak cewe nggak cowo terpesona sama dia.

(Mas, ilegal yaaah ini... Astaga vitamin 😚)

Kisahnya sih bermula dari Juno yang disuruh mengantar baju pengantin ke markas si petinju tampan tanpa nama ini. Mana pas disamperin si petinjunya pake mandi dulu. Auto telanjang dong di depan Juno, tapi Cuma yang kena shoot bagian belakangnya ajah. Masih parah Game of Thrones lah wkwk. Tapi kok agak mirip ya disini Randy Pangalila sama karakter Jon Snow? Ya ampun ya ampun...

(Noooooo, Randy Pangalila kuuuu 😭😭😭)

By the way, sama Juno dilap dong air di tubuh petinju ini pake kaos dia. Sama-sama telanjang dada lah akhirnya. Jijik. Terus, si petinju ini meminta Juno buat ngajarin dia pake baju pengantinnya. Dipakein lah, nempel-nempel lah, dan parahnya kok gue merasa (pas nonton di scene ini, blm tahu endingnya) dari tatapan mata si petinju, kok dia seolah tertarik sama Juno juga.

(Seneng bgt dipakein anting sama cincin dari bunga... Aku yg nangis nontonnya ga ikhlas 😌)

Eh, bener dong ternyata dugaan saya. Pas baju yang cewek juga minta buat dicoba Juno, kan ada scene si petinju masangin peniti ke bajunya Juno tuh, eeeeh tercobloslah dada Juno dengan peniti terkutuk itu. Keluar darah, Juno mengaduh, dan kalian tahu apa yang petinju ini lakukan? Dia hisap darah di dada Juno. ASTAGFIRULLOH.... Ya Allah mau nangis pas nulis ini. Kesucian Randy Pangalila aing...

Untungnya, petinjunya sadar dan pergi. Tapi keliatan banget sumpah kalau dia juga nggak bisa memendam nafsu dia. Gila yaa... harus diakui emang aktingnya Muhammad Khan (pemeran Juno) dan Randy Pangalila bener-bener dabest disini. Totalitas. Bahkan dari mata tanpa dialog aja bisa kebaca perasaannya.

Rupanya, hubungan keduanya masih berlanjut. Haruskah saya ceritakan hubungan keduanya? wkwkwk

Intinya, Hubungan Tanpa Status. Ada rasa cinta yang membuncah di hati Juno, tapi si petinju ini mau nikah sama cewek. Tapi Juno sebenarnya juga nggak mengharap apa-apa. Dia Cuma tiap hari datang ke markas, jadi asisten si petinju, pijetin, masakin, nyemangatin, nemenin lari keliling kampung pake becak (Ini kalo sama cewek, saya bisa bilang uwu, tapi karena sama cowok saya tidak quat), dan endingnya hujan-hujanan naik becak berdua dan ciuman. Mo nangis lagiiiiiii.

(Gimana ya perasaan si tukang becak waktu itu? 😅)

Begitu saya nonton yang babak ini, saya jadi paham kenapa film ini dilarang tayang di beberapa kota di Indonesia. Unsur LGBT nya berasa bangettttttt. Saya aja geli sendiri nonton mereka berdua. Si petinju mau nikah sama cewek lo, dan dia bisa-bisanya ciuman sama Juno. Atas dasar apa? Karena dia nggak pernah merasakan dipeluk sejak kecil oleh keluarganya dan Juno kebetulan ada dengan segala perhatiannya? Karena calon istrinya jauh dan Cuma Juno yang nemenin dia? Karena beban hidupnya berat dan hanya sama Juno dia bisa bersandar?

Saya bukan bilang kalau film ini nggak layak tayang, tapi saya setuju kalau film ini nggak bisa ditonton secara bebas. Peleburan batas antara pria dan wanita, terutama dalam hal seksualitas dan gender, belum bisa diterima secara terbuka di negara ini. Apalagi film macam begini... Tayang di tivi saja pasti sudah memicu amuk masa. Perlu pemikiran yang terbuka, wawasan yang luas, dan dasar yang kuat kalau mau coba nonton film yang menggoyahkan kodrat begini.

Sedikit selingan nih... Ini kalau saya calon istrinya (amit-amit jangan sampai dapet yang begini) saya bakal kecewa berat. Berasa gagal jadi wanita 🙈 Jadi kalian para pria ketahuilah, cewek itu sakit hatinya kalau diselingkuhin, tapi pasti bakal lebih sakit lagi kalau selingkuhan kalian itu cowok 😅. Kenapa? karena dilihat dari segi manapun itu adalah penghinaan terbesar buat kita para cewek. Paham?

Tapi ada suatu kejadian yang membuat Juno dan petinju ini berpisah. Nonton sendiri kalau mau tahu apa kejadiannya. Udah spoil banyak. 

Singkat cerita, Babak keempat dimulai. Kehidupan Juno sebagai penari lengger lanang. Karena pakdhenya udah meninggal, dia ikut grup lengger dan jadi penjahit baju mereka. Tapi, Juno kehilangan skill menjahitnya, memutuskan untuk jadi lengger lanang, dan kalian tahu apa yang harus dia hadapi di desa barunya ini?

Rasa suka dari Pak Bupati. Bingung aing. Jadi intinya si bupati ini mau maju pemilu, lalu istrinya minta bantuan dukun. Sama dukun diberi ritual untuk cari pasangan. Sialnya, ketemu lah si Juno. Awalnya sih Pak Bupati straight ya. Tapi semua berubah ketika negara api menyerang.... eh keliru ya hoho. Maksud saya, semua kelurusan dia berubah saat Juno pegang ‘itu’ dia karena diminta si dukun.

Saya jadi mikir, dari sisi psikologi ya, apa iya cowok yang straight bakal belok kalau pernah nyoba sesama cowok? Kan jadi aneh pikiran saya itu. Apa iya pak bupatinya kena pelet apa gimana? Jadi muncul banyak pertanyaan gitu lho. Intinya, sejak itu pak bupatinya ngejar-ngejar Juno. Suka megang-megang pas ketemu, nggak suka dideketin orang lain, aneh-aneh lah... padahal udah punya istri juga, meski istrinya juga 'lesbi' 😌

Demi melindungi dirinya, Juno yang nggak sengaja lihat seorang warok di acara kampanye yang ia ikuti lantas ikut si warok itu buat jadi gemblak. Yap, kalian nggak salah baca. Film ini rupanya sedikit menyentil sejarah seni kota kelahiran saya.

Semua orang tahu Reog dari Ponorogo. Tapi mungkin yang banyak anak muda sekarang tidak tahu, kesenian kita sebenarnya pernah memiliki sisi 'kelam'. Temen-temen di Ponorogo yang menyukai sejarah pasti tahu soal ini, bahwa seorang warok di jaman dulu pasti memiliki seorang anak asuh yang lebih muda yang disebut gemblak. 'Anak asuh' ini akan mereka bawa kemana-mana, hidup bersama, dan dilindungi juga. Hal ini bisa kita lihat dari monolog yang diucapkan si waroknya pas mengenalkan Juno sama rekan tarinya.

Si warok bilang – pake bahasa Jawa ya – “Dia adalah gemblakku. Siapapun yang berani menyentuh sedikit saja kulitnya, dagingnya, akan berurusan denganku. Nyawaku akan kupertaruhkan untuknya.”

Dan itu bukan Cuma omongan. Dia bahkan sampai duel clurit sama suruhan pak bupati. Demi melindungi Juno yang mau diambil. Gimana, temen-temen? Apa kalian melihat keuwuan disini? Lagi-lagi... saya gagal uwu.u

Kalau di film, hubungan warok dan gemblaknya jelas hubungan seksual. Tapi menurut saya, di dunia nyata di sejarah kota saya, itu banyak yang hanya sebatas guru - murid. Tapi konon katanya sih kalau baca di Vice, banyak juga yang jadi pasangan hoho. Jadi kalau ada yang bilang warok - gemblak itu homo, jelas saya tidak bisa kasih pendapat. Memang ini sih hanya masih konon kabarnya, ada yang percaya, ada yang tidak, saya sendiri masuk yang tidak paham ssja karena saya belum tahu kenyataannya. Belum ada kesempatan wawancara langsung. Jadi ini cuma opini saja.

Lepas dari masalah warok dan gemblaknya, yang bikin saya bangga, pembawaan warok yang ditampilkan benar-benar menggambarkan betapa garangnya seorang warok itu. Karakternya asli nggak ada menye-menye guys. Bangga aku tuh. Warok ya gitu emang. Garang. Keras. Berani. Tidak bisa ditundukkan oleh siapapun atas nama jabatan. Jadi kalian-kalian anak muda Ponorogo, hidupkanlah spirit seorang putu warok di dalam hati kalian. Ini jati diri kita dan kita adalah kebanggaan para leluhur. Okeeee?

Tapi kalau masalah gemblak, jangan diambil pusing hoho. Yang tahu kebenarannya ya cuma para tokoh warok saja. Sekarang, apa yang bisa kita lakukan cuma satu, yaitu hal ini kita jadikan pelajaran dan diambil pesan moralnya yang baik saja, yang buruk tidak usah. Siap?

(Biar Juno aman, dia pergi dari desa. Ini perpisahan warok dan Juno. Diantar sampai pinggir jalan besar. Waroknya nggak mau lihat, sedih dia...)

Jadi, saya bersyukur sekarang warok - gemblak sudah jarang ditemui. Yang ada hanya keseniannya saja yang masih lestari. Sebagai anak muda, kita harus tahu dong sejarah. Bukan untuk mengulangi kesalahan, tapi belajar dari kesalahan. Betul?

Kembali ke film Kucumbu Tubuh Indahku, menurut pandangan saya sih film ini berusaha banget meleburkan gender antara pria dan wanita. Jadi dalam kacamata gender dan seksualitas, nggak ada tuh istilah pria atau wanita. Itu kalau menurut Rianto. Ketika dia berdandan wanita dengan tubuh pria, maka dia sudah tidak merasakan yang namanya maskulin dan feminin. Gendernya melebur dan menari semata-mata untuk meraih spiritualitas, bukan ekonomi.

Bener sih kalau soal seni, tapiiii kan kita diciptakan di dunia ini sebagai penerus adam dan hawa, sebagai penjaga di muka bumi, sebagai salah satu unsur penyeimbang alam. Nggak bisa dong kita menyalahi kodrat hubungan laki-laki dan perempuan. Itu sih menurut saya. Terserah kalau menurut film atau sutradaranya berbeda lagi hehe.

Oh iya, pesan yang lain... menurut saya, semua masalah yang terjadi di KTI ini bukan salah Juno. Terlepas dari dia suka pria atau wanita, Juno kecil sudah harus merasakan ‘kerasnya kehidupan’. Bahkan, sampai dia dewasa. Seandainya dia sejak dulu diasuh oleh pakdhenya yang memberi cinta kasih dan mengajarinya apa yang dinamakan rasa percaya diri, mungkin Juno akan jadi pribadi yang berbeda.

Dari ilmu kejiwaan, kita bisa lihat kalau orang-orang dewasa di hidup Juno itu yang harusnya bertanggung jawab.

Ayahnya, tidak bisa lepas dari trauma dan meninggalkannya sendirian.

Guru Lengger, mengajarinya soal seksualitas dan membuatnya melihat kekerasan.

Teman-Teman Sekolahnya, membuang rasa percaya diri dan keberaniannya.

Intinya, kita harus tahu kalau hidup seorang anak itu bagai kertas putih. Seperti apa mereka tumbuh nanti, orang-orang dewasa seperti kita yang harus melindungi mereka. Bukannya malah kita yang membuat mereka salah arah. Aduh, jadi ingat kata-kata Sarutobi Asuma dan Sandaime.

“Apa kau tahu siapa itu Raja? Raja adalah semua anak-anak di Konoha. Mereka adalah tunas-tunas hijau yang akan terus tumbuh lebih kuat. Saat ini, kau adalah Rajanya dan aku hanya seorang bidak, yang akan melindungi sang Raja. Akan tiba di suatu masa dimana kau yang akan jadi bidak dan harus melindungi sang Raja.” 

Yang nggak nonton Naruto pasti nggak paham wkwk. Tapi intinya sih, saat ini kita adalah bidak alias peran pembantu. Kalian yang sekarang ini di seumuran saya, bukan Raja lagi. Bukan tokoh utama lagi. Kita sudah jadi bidak dan kini kita yang harus melindungi Raja. Kita yang harus menuntun dan melindungi masa depan para generasi penerus bangsa ini. Jadi, jangan sampailah kita menciptakan Juno-Juno yang lain.

Yang jadi guru ya silahkan didik muridnya dengan kasih sayang, tulus, dan jangan seperti wali kelas Juno.

Yang jadi orang tua silahkan didik anaknya dengan baik. Jangan seperti bapak Juno.

Yang jadi orang dewasa di sekitar anak-anak ya jangan semena-mena. Hidup yang lurus-lurus aja. 

Wes kepanjangan. Sekian dulu review kali ini. Semoga bisa nulis lagi yang lebih menarik. Setahun nggak nulis kok ya kangen hoho.

(Randyyyyy bening bgt 😍😍😍)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman Tes Kerja di VADS Jogjakarta

Pengalaman Tes Kerja : Rekrutmen Karyawan PLN Tahap 1 (Administrasi) Sampai Tahap 4 (Psikotest)

Pengalaman Test Wawancara Kerja di Bank BTN Kediri