Review Buku : Senjakala by Risa Saraswati



Setelah sebelumnya saya ngereview Risara yang nilainya 3 dari 5, sekarang ini saya masih mau review buku dari Risa Saraswati, tapi dengan judul berbeda, dengan nilai sempurna, meski ada beberapa typo di penulisannya. Kalian tahu apa judulnya? Judul yang masih berkaitan dengan hantu, masih seputar setan lokal, dan menurut saya energinya lumayan besar. Nah, buku Risa Saraswati kali ini ngebahas itu dan judulnya adalah SENJAKALA.



Apa sih yang kalian tahu tentang Senja? Kami, orang Jawa percaya, jika Senja yang kami sebut dengan candikala ini, adalah waktu dimana setan-setan keluar dari peraduannya. Leluhur bilang, anak-anak dilarang bermain jika candikala sudah muncul. Candikala bisa dilihat kala warna langit berubah merah. Kita harus segera masuk rumah, menutup pintu, dan menunggu hingga waktu magrib selesai. Itulah mengapa, terdapat kebiasaan mengaji selepas magrib di Surau. Selain untuk beribadah, mengaji dapat membentengi diri dari segala gangguan gaib yang memang sedang kuat-kuatnya di waktu senja.




Nah, menurut dari bukunya Risa, senjakala adalah bergantinya waktu dari siang ke malam. Detik itu, mereka punya energi yang lebih besar dibanding saat-saat lainnya dalam satu hari. Sehingga tak jarang, hantu-hantu akan lebih mudah terlihat dan lebih gampang mengganggu. Lalu mengapa buku Risa kali ini dinamakan Senjakala? Apakah ada hubungan antara keduanya?



Secara porsi cerita, buku karya Risa Saraswati kebanyakan bermodel “cerpen”. Gaya penceritaannya juga murni seolah pengalaman sendiri. Seperti yang kita tahu, Risa dikenal dengan kemampuan indigonya. Nah, dari sekian banyak porsi cerita di buku Senjakala, yang paling menarik minat saya buat membelinya tentu cerita tentang Sukma. Siapa sih Sukma? Hantu ataukah manusia? Bagaimana kisah hidupnya?




Sukma, menurut Risa, adalah hantu sejenis Kalong Wewe yang mengganggunya. Setelah Risa berkomunikasi, sendirian, di sebuah kamar hotel yang sengaja ia sewa, ia tahu bagaimana kisah hidup wanita itu. Ternyata, ia adalah seorang penari yang terkenal pada masanya namun prestasi itu ia dapat dari hasil bersekutu dengan setan (sejenis Wewe Gombel).



Banyak yang mengira jika pelaku pesugihan atau pengasihan selama ini adalah orang yang tamak, rakus, dan sebagainya. Padahal tidak semua begitu. Ada yang alasannya karena frustasi, dihina orang, hingga “demi keluarga”. Nah, si huntu cewek satu ini bilang jika ia bersekutu dengan setan demi kebahagiaan anak semata wayangnya agar hidup bergelimang harta. Tapi dari mereka semua, satu hal yang mereka lupa : bersekutu dengan setan pasti meminta tumbal nyawa. Yang diambil pun bukan orang lain, melainkan keluarga dekatnya. Lalu, untuk apa pesugihan dilakukan jika yang dicarikan diambil sebagai ganti harta yang diberikan?



Jujur, saya simpati pada mereka. Kasihan. Ketidaktahuan tentang peraturan “alam lain” dan juga tipisnya iman pada akhirnya akan menyengsarakan mereka lebih dalam. Buat apa kesenangan semu di dunia, kalau nantinya mereka akan kekal jadi budak setan? Kalau dipikir lagi, dunia ini cuma sementara. Menurut filsafat Jawa, dunyo iku mung mampir ngombe. Yang dicari orang Jawa itu bukan hidup kaya, tapi hidup tentram.



Kembali ke si Sukma, endingnya, anaknya diambil. Ia lantas menggila. tujuan hidupnya hilang. Ia bersenang-senang dengan banyak pria hingga tiba di suatu masa, ia diperkosa dan hamil. Nah, si setan yang ia sekutui datang lagi untuk mengambil kandungannya. Takut dipisahkan dengan anaknya lagi, Sukma akhirnya nekat bunuh diri. Harapannya cuma satu, ia akan hidup kekal dengan bayi dalam perutnya.



Tapi lagi-lagi ia tidak tahu, jika mereka yang mati bunuh diri, tidak akan mendapat “belas kasih” Tuhan. Siapapun, apapun, yang membunuh dirinya, akan berakhir merasakan kesakitan tanpa pertolongan. Makanya, agama manapun melarang bunuh diri. Contohnya nih, di JurnalRisa, mereka yang mati gantung diri, tidak akan bisa berbicara, sulit bernafas, karena talinya masih ikut. Untuk Sukma, alih-alih bertemu bayinya, ia malah terjebak di dimensi yang berbeda, sendirian, dengan rupa persis seperti Wewe Gombel.



Kasihan sih, tapi itu perbuatan dia. Bukan kesalahan orang lain. Jadi ya, mau nggak mau harus ditanggung sendiri. Ada satu kalimatnya di buku Risa yang masih saya ingat, “Saya dulu sama seperti kamu. Hidup sebagai manusia yang dipenuhi mimpi. Tapi lihat saya sekarang, menyerupai sosok yang sangat saya benci hingga saya tidak sanggup melihat cermin.”



Kisah lain yang menarik saya adalah kisah tentang Kinanti, hantu gadis kecil berumur 7 tahun yang kerap berkeliaran kala magrib di Rumah teman Risa. Bukan hanya gangguan suara saja, tapi bercak darah pun jelas ada di dapur rumah temannya itu. Setelah Risa selidiki, ternyata, semua itu ada hubungannya dengan kisah hidup si gadis kecil nan malang itu. Sama seperti hantu kecil pada umumnya, Kinanti belum sadar kalau dia sudah meninggal. Dia cuma berkeliaran kala magrib karena pada saat hidupnya, di waktu senja itu, ia menunggu Ayahnya yang sudah berjanji akan pulang. Tapi Ayahnya tidak pernah pulang. Sampai ia mati pun, sampai ia ditembak bersama Ibunya oleh tentara Jepang di dapur rumahnya pun, ia belum tahu kabar Ayahnya yang dijemput paksa para tentara. Duh, baca ini rasanya mau nangis. Sedih banget. Anak sekecil itu harus menghadapi itu sendirian.



Terakhir, bagian yang saya sukai adalah surat Risa untuk kelima sahabat kecilnya. Saya nangis broooh pas baca surat-surat itu. Bukan nangis yang sekedar airmata menetes aja, tapi nangis yang bener-bener sampai sesenggukan wkwkwk. Kalian yang belum pernah merasakan ketakutan Risa seperti yang ia utarakan di buku, you can’t related this feeling. Rasa takut itu bener-bener ada, nggak dibuat-buat, dan bagi saya, ucapan Risa bener-bener menyentuh. Satu fakta unik, saya mikir kalo Risa ini menyayangi Peter, Hans, Hendrick, William, dan Janshen seperti teman, seperti anak sendiri, dan juga seperti keluarga.




Risa bilang, jika berteman dengan mereka adalah hal yang indah dalam hidupnya. Tidak ada yang mampu menduduki posisi kelimanya, bahkan teman terdekatnya sekalipun. Tidak ada yang mampu menggantikan kenangan terbaiknya bersama mereka, bahkan saat Risa jatuh cinta sekalipun. Itulah kenapa, yang paling bikin saya nangis adalah surat Risa ke mereka, khususnya William. Surat yang ia tulis seolah menitipkan para adik kecil kepada kakak tertua mereka, surat yang ia tulis dengan harapan anak-anak itu nanti mau mengikutinya, surat yang ia tulis dengan keinginan bersama... shit, saya nangis sejadinya pas baca.



“In the other side,” kata Risa pada William, “bukan di tempat yang kalian sekarang pijak, tapi di sisi yang lain. Aku menanti kalian disini, menunggu kalian pulang.”


Duh, mewek lagi dah. Asemmmm. Nih, buat kalian yang udah baca Senjakala, dan udah baca surat Risa, dan juga nangis... mari berpelukan!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman Tes Kerja di VADS Jogjakarta

Pengalaman Tes Kerja : Rekrutmen Karyawan PLN Tahap 1 (Administrasi) Sampai Tahap 4 (Psikotest)

Pengalaman Test Wawancara Kerja di Bank BTN Kediri