What's Your Passion?
Menurut orang, masa SMA adalah masa pencarian jati
diri. Tapi menurut saya itu salah. Justru selepas SMA itulah semua jati diri saya
akhirnya terbentuk. Apa yang saya alami selepas lulus yang membentuk saya. Hard
may be, tapi memang saya harus lalui sebuah masa seperti itu. Sekarang, saat
saya dengar pembicaraan anak SMA tentang cinta, kuliah, dan how popular A B C, saya
akan ketawa dalam hati, “anak-anak itu tidak
ada bayangan betapa beratnya perjuangan hidup selepas sma”.
Swear it, ini bener-bener perjuangan. Seenggaknya
itu yang saya rasain. Saya udah pernah share sebelumnya tentang kegagalan saya.
Tapi gagal bukan berarti stop. Selepas SMA itu ibaratnya kita berdiri di kaki
kita sendiri. Kemana kita jalan, itu tanggung jawab dan keputusan kita. It’s
our choice. Kita mau jadi apa, kayak gimana, atau berakhir dimana, itu semua
karena pilihan kita. And we can’t blame anyone. Masa itulah dimana kita
membentuk kehidupan kita sebenarnya. Di masa itu, kita ada di titik restart. Kita
bisa mulai semuanya dari 0 lagi. Just a simple example, bukannya anak jurusan
IPA tetep bisa masuk jurusan kuliah IPS kan?
Dan kalau ada yang tanya, kenapa bukan saat duduk di
SMA bisa disebut perjuangan saya? Karena saat saya duduk disana sebagai seorang
murid, yang tugasnya belajar dan mengerti pelajaran, dan sebagai seorang anak
yang disekolahkan orangtua, otak saya secara refleks nggak punya gambaran sama
sekali dengan masa depan. Padahal yang menanti saya lebih kompleks dari sekedar
rumus sin-cos-tan. Nilai bagus of course berguna juga, tapi satu hal yang perlu
kalian tahu, nilai-nilai itu sama sekali nggak bisa membantu saya memaknai
hidup. Life is more complicated than i thought. Semua nilai yang saya kumpulkan
semasa sekolah itu, sama sekali useless di kehidupan nyata.
This is the most disguisting that you ever think: Jangan sekali-kali kamu meragukan diri sendiri. No. Itu salah besar. Hidup punya misteri yang lebih besar dari itu. Detik ini kamu diatas, tapi detik berikutnya, hidup bisa merubah kamu jadi kaum bawah. Begitu sebaliknya. You have your own story and everyone will be the lead role in their life. Ada yang bilang, bahwa hidup adalah campuran dari berbagai genre. Kadang kita masuk di genre romantis, kadang komedi, kadang thriller, bahkan kadang kita ada di fase drama. Dan entah itu endingnya sedih, bahagia, atau apapun, kamu tetep pemeran utamanya.
Kemanapun hidup bawa kamu, just take it. Ikuti
alirnya asal itu sesuai hati. Jangan pernah menyesali keputusan apa yang kamu
buat. Daripada berandai-andai kamu kembali ke masa itu (which is immpossible),
lebih baik lanjutkan, atau jika nggak cocok, segera ganti haluan. Tidak pernah
ada kata terlambat untuk berubah.
Saya merenungi hal ini setiap hari. Jauh dari dalam
lubuk hati, saya tau sekarang ini saya ada di jurusan kuliah yang sama sekali
bukan minat saya, dan itu berarti saat ini saya menempuh proses hidup yang
salah. Harusnya dulu saya tahu saya mencintai dunia jurnalistik dan sastra
lebih dari apapun. Tapi satu hal yang saya yakini, takdir sedang membuat saya menempuh
proses pembelajaran sebuah makna hidup sekali lagi. Jadi, alih-alih menyesali
kenapa saya berakhir disana, lebih baik saya mempersiapkan langkah selanjutnya.
Tekad saya sudah bulat. Selepas ini –wisuda-, saya ingin melihat dunia. Saya
ingin merekam dunia itu melalui kacamata saya, menuliskannya dengan bahasa
saya, dengan pemikiran saya, dan saya ingin semua orang mengetahuinya.
Dan kalau kamu merasa bahwa apa yang kamu lakukan
itu bukan sesuatu yang “wah”, inget satu hal. Asal semuanya atas dasar passion
dan kecintaan kamu, percaya… suatu hari nanti kamu akan dapat hasilnya. Tidak
perlu melakukan sesuatu yang besar kok untuk menjadi orang besar. Dan saya
percaya itu. Saya bermimpi karya saya dibaca oleh orang-orang di seluruh dunia,
diterjemahkan dalam berbagai bahasa.
Kahlil Gibran tidak menulis surat untuk Mary
sepanjang hidupnya dan berharap akan dikumpulkan menjadi sebuah “wasiat sang
penyair”. Kartini tidak menulis surat untuk semua kenalannya dan menyangka
bahwa datang suatu masa di bangsanya dimana tulisannya begitu dihormati. Bahkan,
Gajah Mada tidak mempersatukan semua nusantara hanya dengan keinginan namanya
akan terukir abadi dalam sejarah.
Tidak ada dari mereka pada detik itu yang menyangka
bahwa nama mereka akan abadi sampai saat ini. Pada saat itu, they do with
passion. Kahlil menyurati Mary, selalu seperti itu, karena menurutnya, hanya
ruh dan jiwa Marry yang bisa memahaminya. Kartini selalu menulis pemikirannya,
karena baginya, hanya itu satu-satunya cara untuk meneriakkan suaranya. Dan
pengenangan sebuah nama “Gajah Mada” adalah hasil usaha sang Patih dalam
mempersatukan Nusantara. Selalu ada imbalan besar dari semua hal yang
dikerjakan sepenuh hati.
Now I
ask you, apa passion kamu?
Komentar
Posting Komentar